ITB dan Kemendes Optimalkan Pendapatan Masyarakat desa Kapitan Meo, Kabupaten Malaka  dengan Teknologi Tepat Guna Pemecah Kemiri

Institut Teknologi Bandung (ITB) bekerja sama dengan Kementerian Desa mendorong penerapan teknologi tepat guna untuk membantu desa agar lebih mandiri. Desa Kapitan Meo yang berlokasi di Kabupaten Malaka, Nusa Tenggara Timur mengandalkan komoditas kemiri sebagai salah satu sumber pendapatan utama masyarakatnya. Desa dengan 10 dusun ini mengumpulkan kemiri secara tradisional dan dijual dalam bentuk kemiri kering (dengan cangkang). 

Pada Program Pengabdian Masyarakat 3T Wilayah Indonesia Timur yang dilaksanakan pada 24-25 November 2024, tim ITB yang dipimpin oleh Dr. Indria Herman dari Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara (FTMD) membantu masyarakat desa Kapitan Meo dengan menerapkan teknologi pemecah kemiri. Secara rata-rata harga buah kemiri kering berharga 5-6 kali lebih rendah dibandingkan dengan kacang kemiri kering. Dengan ini, diharapkan pendapatan masyarakat dapat lebih tinggi. 

Program ITB dengan Kemendes ini bersifat top-down, yakni ada permintaan kebutuhan desa dari kepala desa. Permintaan ini dilaporkan ke aplikasi Desanesha yang menjadi penghubung antara desa dengan dosen-dosen di ITB. Kemudian, ITB menugaskan tim dosen dan mahasiswa ke Lokasi tersebut. 

Tim ITB terdiri dari 4 dosen dari 2 fakultas berbeda agar dapat menyelesaikan masalah secara multidisiplin. Mereka adalah Dr. Indria Herman dan Dr. Sri Raharno (FTMD), Dr. Ramadhani Eka Putra (SITH ITB) dan Dr. Ida Kinarsih (UIN Bandung) dibantu oleh 2 mahasiswa Nasrul Ikhwan dan Jeremy Parulian Situmorang. 

Bulan September yang lalu, tim ITB telah melakukan survei ke desa Kapitan Meo untuk mendapatkan berapa besar produksi kemiri dan mempelajari dari karakteristik buah kemiri yang dihasilkan. Desain mesin pemecah kemiri mengikuti prinsip yang sama seperti yang biasanya dilakukan oleh masyarakat yaitu dengan membenturkan kulit kemiri dengan benda keras seperti batu. Namun, pada mesin ini benturan disebabkan oleh gaya sentripetal sehingga biji kemiri akan pecah saat berbenturan dengan dinding mesin. Mesin pemecah kemiri dengan bobot 250 kg ini memiliki kapasitas produksi sekitar 1 ton/jam dan membutuhkan daya listrik sebesar 250 Watt.

Pengujian mesin yang dilakukan di kantor desa Kapitan Meo menunjukkan bahwa mesin bekerja dengan baik dengan tingkat kesuksesan sekitar 60%. Buah kemiri yang tidak terpecah dengan utuh diakibatkan oleh tingkat kekeringan buah kemiri yang kurang tinggi. Mesin ini juga dapat digunakan oleh para “mama” di desa dengan mudah. Walaupun penyortiran cangkang dan buah kemiri masih dilakukan secara manual, para “mama” tidak perlu memecahkan cangkang kemiri satu per satu menggunakan batu. 

Masyarakat dan Kepala Desa Kapitan Meo, Anton Yosef Tuna, menyambut positif dengan kedatangan mesin pemecah kemiri ini dan berharap akan ada peningkatan kapasitas ekonomi desa secara keseluruhan. Kepala Desa juga merencanakan untuk mengaktifkan kembali BUMDES untuk memanfaatkan mesin ini dalam bentuk jasa pemecahan kulit kemiri untuk desa-desa di sekitaran Kapitan Meo. 

Desa Kapitan Meo merupakan salah satu desa penghasil kemiri yang berkualitas sangat baik di Indonesia. Masyarakatnya menggantungkan pendapatan tahunannya dari penjualan kemiri. Namun, kemiri bukan komoditas yang dipergunakan dalam keseharian mereka baik sebagai bumbu masakan maupun minyaknya. Pada akhir kegiatan pengabdian masyarakat ini ada banyak hal yang dapat dilakukan kedepannya. Terutama pengolahan pasca panen cangkang dan biji kemiri untuk meningkatkan perekonomian desa.