Kemenlu & IJMI Gelar Seminar, Cegah Kerja Paksa & Perdagangan Orang

(Andy Rachmianto (tengah) bersama dengan Mia Marina, Direktur IJMI (ketiga dari kiri) serta narasumber dalam Seminar Nasional: Bersatu untuk Keadilan, Akhiri Perdagangan Manusia dan Kerja Paksa yang diadakan pada 27 Maret 2024 di Jakarta)
(Andy Rachmianto (tengah) bersama dengan Mia Marina, Direktur IJMI (ketiga dari kiri) serta narasumber dalam Seminar Nasional: Bersatu untuk Keadilan, Akhiri Perdagangan Manusia dan Kerja Paksa yang diadakan pada 27 Maret 2024 di Jakarta)

Pemerintah Indonesia telah menegaskan komitmen untuk mengakhiri praktik perdagangan manusia dan kerja paksa melalui Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, Peraturan Presiden (PERPRES) Nomor 19 Tahun 2023 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang Tahun 2020-2024, serta berbagai instrumen hukum terkait lainnya.

Namun demikian, tantangan masih terus ada, terutama dengan munculnya kasus baru seperti forced scamming. Meskipun Kementerian Luar Negeri telah melakukan upaya edukasi dan pencegahan secara luas, masih banyak WNI yang terjebak dalam lowongan kerja berisiko di kawasan Asia Tenggara.

Mendasar dari hal tersebut, Direktorat Perlindungan Warga Negara Indonesia yang berada di bawah naungan Kementerian Luar Negeri, bekerja sama dengan Yayasan Integritas Justitia Madani Indonesia (Yayasan IJMI), menyelenggarakan Seminar Nasional “Bersatu untuk Keadilan: Mengakhiri Perdagangan Manusia dan Kerja Paksa” pada tanggal 27 Maret 2024.

Tujuan dari seminar ini adalah untuk meningkatkan kesadaran dan pemahaman masyarakat mengenai perdagangan manusia dan kerja paksa, termasuk dalam bentuk baru seperti penipuan online, serta membangun kolaborasi dan sinergi antara pemerintah, organisasi non-pemerintah, akademisi, dan masyarakat sipil dalam upaya memerangi perdagangan manusia dan kerja paksa. Selain itu, seminar ini juga bertujuan untuk merumuskan langkah-langkah konkret dan solusi inovatif dalam menanggulangi masalah perdagangan manusia dan kerja paksa.

Tidak hanya itu, acara ini juga dimaksudkan untuk menghidupkan diskusi yang lebih dalam dan meningkatkan kesadaran bersama mengenai isu kerja paksa dan perdagangan manusia, serta untuk mendorong kerja sama lintas sektor dalam mengatasi permasalahan ini.

Berbagai pemangku kepentingan dan tokoh yang aktif dalam upaya penghapusan perdagangan manusia di Indonesia turut menghadiri seminar ini.

Keynote speaker acara ini adalah Andy Rachmianto, Direktur Jenderal Protokol dan Konsuler Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia. Selain itu, beberapa narasumber yang turut hadir meliputi Judha Nugraha, Direktur Perlindungan WNI Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia; Ir. Prijadi Santoso, Asisten Deputi Perlindungan Hak Perempuan Pekerja dan Tindak Pidana Perdagangan Orang, KPPPA; Anis Hidayah, S.H, M.H, Koordinator Subkomisi Pemajuan HAM Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM); Yuli Adiratna, S.H, M.H, Direktur Bina Pemeriksaan Norma Ketenagakerjaan, Kementerian Ketenagakerjaan; Dr. Imron Natsir, MM., CHRM, Anggota Komite Bidang Perikanan DPN APINDO; Basuki Effendhy, S.H., M.H, Analis Kebijakan Madya Bidang Pidum BARESKRIM POLRI; dan Mia Marina, Direktur Eksekutif, Yayasan Integritas Justitia Madani Indonesia (IJMI).

(Narasumber memaparkan materi tentang perdagangan manusia dan kerja paksa dalam acara Seminar Nasional: Bersatu untuk Keadilan, Akhiri Perdagangan Manusia dan Kerja Paksa yang diadakan pada 27 Maret 2024 di Jakarta)
(Narasumber memaparkan materi tentang perdagangan manusia dan kerja paksa dalam acara Seminar Nasional: Bersatu untuk Keadilan, Akhiri Perdagangan Manusia dan Kerja Paksa yang diadakan pada 27 Maret 2024 di Jakarta)

“Secara keseluruhan, kasus-kasus terkait WNI di luar negeri terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Tahun 2023, kami mencatat terdapat 53.598 kasus dari sebelumnya 35.149 kasus pada tahun 2022. Namun demikian, di tengah terus meningkatnya jumlah kasus tersebut, Kementerian Luar Negeri juga terus meningkatkan persentase penyelesaian kasus, yaitu mencapai 90,28% pada tahun 2021, 91,50% pada tahun 2022, dan 92,02% pada tahun 2023,” ungkap Andy Rachmianto, Direktur Jenderal Protokol dan Konsuler Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia.

Sementara Judha Nugraha, Direktur Perlindungan WNI Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia menegaskan, “Kementerian Luar Negeri mengedepankan 4P, yaitu (1) Protection of Victim (identifikasi korban/bukan korban TPPO); (2) Prosecution (penegakan hukum bagi pelaku di Indonesia maupun di negara tujuan); (3) Prevention (langkah pencegahan yang efektif); dan (4) Partnership (perlunya kerja sama dengan seluruh stakeholders termasuk negara transit dan negara tujuan).”

Yayasan IJMI telah menyatakan komitmennya untuk terus berupaya melindungi masyarakat Indonesia dari segala bentuk kerja paksa dan perbudakan modern. Mia Marina, Direktur Eksekutif IJMI, menegaskan, “Yayasan IJMI berkomitmen untuk melindungi masyarakat Indonesia yang hidup dalam kerentanan dari segala bentuk kerja paksa serta perbudakan modern (Forced Labor & Slavery). Yayasan IJMI bekerja dengan melihat keseluruhan isu kerja paksa dan perbudakan modern, termasuk di dalamnya Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dengan bekerjasama dengan pemerintah melalui penguatan sistem peradilan pidana; menyelamatkan dan memulihkan penyintas; memastikan pelaku kejahatan diadili dan tidak mendapat kesempatan untuk melakukan kembali tindak kejahatannya; serta memastikan perlindungan didapatkan oleh semua orang tanpa terkecuali. Dalam mewujudkan hal ini, menurut kami kolaborasi dan kemitraan serta sinergi antara pemangku kepentingan dan berbagai pihak mulai dari pemerintah, organisasi non pemerintah, akademisi, dan masyarakat sipil merupakan kunci utama dalam memerangi perdagangan manusia dan kerja paksa. Kolaborasi dari berbagai pihak akan memperkuat upaya pemberantasan dan mewujudkan Indonesia yang bebas dari perdagangan manusia dan kerja paksa, meningkatkan perlindungan terhadap masyarakat dan mendorong kesejahteraan masyarakat dan bangsa.”