PT Mas Lestari Perkasa Gugat PT Astra Agro Lestari dan 2 Perusahaan Afiliasinya atas Wanprestasi & Kerugian Materiil Sebesar Rp. 176,8 Miliar

Ilustrasi : Freepik
Ilustrasi : Freepik

Konflik bisnis muncul antara PT Mas Lestari Perkasa (PT MLP), perusahaan supplier minyak kelapa sawit (CPO), dengan PT Astra Agro Lestari Tbk. (PT AALI Tbk.) beserta dua afiliasinya yaitu PT Perkebunan Lembah Bhakti (PT PLB), dan PT Sawit Asahan Indah (PT SAI). Gugatan dilayangkan PT MLP atas tuduhan wanprestasi yang terjadi pada pertengahan 2022, setelah PT AALI Tbk. dianggap ingkar janji dalam memenuhi kontrak pembelian CPO yang telah disepakati.

Masalah bermula saat larangan ekspor CPO diberlakukan pemerintah pada April 2022. PT AALI Tbk. menggunakan alasan tangki timbun penuh untuk menolak pengiriman CPO dari PT MLP. Situasi diperparah ketika PT AALI Tbk. secara sepihak memaksakan perubahan harga (re-pricing) atas seluruh kontrak yang telah disepakati bersama, menyusul penurunan harga CPO yang tajam dikala itu.

PT MLP merasa dirugikan karena kontrak yang telah disetujui  tidak dipenuhi oleh para tergugat. Upaya komunikasi, termasuk somasi dan undangan diskusi, juga tidak diindahkan oleh PT AALI Tbk. Tindakan ini dianggap sebagai bukti tidak adanya itikad baik dalam menyelesaikan masalah.

PT MLP menekankan bahwa transaksi jual beli CPO telah berlangsung sejak Mei 2019 dengan konfirmasi transaksi (Trade Confirmation) melalui WhatsApp, lengkap dengan data harga yang disepakati, kuantitas CPO yang dijual belikan, tanggal pembayaran tanda jadi (Down Payment) dan jadwal pengiriman setelah pembayaran tanda jadi (Down Payment). Diikuti pembuatan proforma invoice dan kontrak resmi yang dikirimkan ke alamat email resmi dari para pihak. PT MLP juga menyoroti bahwa mereka dengan tujuan niat baik tetap mengirimkan barang sesuai jadwal meskipun sering terlambat menerima uang muka dari PT AALI Tbk, dan tidak pernah sekalipun meminta perubahan harga kontrak yang telah disepakati walaupun harga di saat pengiriman sudah jauh lebih tinggi dari harga yang tertera pada kontrak.

PT MLP juga telah mengirimkan kontrak fisik ke kantor PT AALI Tbk., namun kontrak tersebut ditahan dan dianggap tidak sah oleh PT AALI Tbk. karena belum ditandatangani. Padahal, praktik bisnis yang sama telah berlangsung sejak awal kerjasama dan ada bukti-bukti konfirmasi transaksi (trade confirmation) pada percakapan melalui WhatsApp maupun melalui email.

Akibat wanprestasi ini, PT MLP mengalami kerugian besar dan mengajukan gugatan resmi pada 2 April 2024 dengan nomor perkara 190/Pdt.G/2024/PN JKT.TIM. Tuntutan meliputi kerugian materiil sebesar Rp. 76.804.053.488, kerugian immateriil sebesar Rp. 100.000.000.000, serta uang paksa (dwangsom) sebesar Rp. 100.000.000 per hari jika tergugat lalai melaksanakan putusan pengadilan.

Sidang pertama kasus ini telah berlangsung pada 30 April 2024 di Pengadilan Negeri Jakarta Timur. PT MLP berharap keadilan ditegakkan dan kerugian yang dialami dapat dipulihkan. Lebih dari itu, mereka berharap kasus ini dapat menjadi pembelajaran bagi semua pihak untuk menghargai kerjasama dan menjalankan kontrak dengan itikad baik.

“Harapan kami dari putusan pengadilan ini bukan hanya sebagai kompensasi finansial kami dapatkan, melainkan juga agar publik lebih teredukasi mengenai kasus wanprestasi ini dan PT AALI Tbk. juga dapat belajar dari kasus ini dan memperbaiki diri serta menghargai kerjasama dengan pihak perusahaan lain.” Ungkap Sunarto, Direktur PT MLP.