William Wijaya Bawa Era Baru Dekolonisasi Musik Klasik di Indonesia, Gerakkan Konser Amal Tchaikovsky & Rachmaninoff

(Penampilan William ketika bermain cello di konser amal Tchaikovsky and Rachmaninoff)
(Penampilan William ketika bermain cello di konser amal Tchaikovsky and Rachmaninoff)

Menyambut awal tahun 2024, The Bright Knight Foundation menggelar konser amal yang berjudul “Tchaikovsky and Rachmaninoff” sebagai bagian dari Charity Concert Series, program ketiga mereka yang bertujuan untuk mengumpulkan dana dan mendukung panti asuhan di seluruh Indonesia.

Konser ini telah membawa nuansa baru dalam dunia musik klasik. Acara yang disponsori oleh Bintang Pasifik Teknik dan Purnomo Yusgiantoro Foundation tersebut diadakan pada tanggal 13 Januari 2024 di Balai Resital Kertanegara, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, yang dikenal sebagai pusat seni musik klasik di Indonesia.

Konser yang diinisiasi oleh William Wijaya, selaku Ketua The Bright Knight Foundation untuk tahun 2023/2024 tersebut, memiliki tujuan mendasar untuk mengintegrasikan musik klasik ke dalam kehidupan masyarakat. 

Dengan pendekatan ini, diharapkan musik klasik menjadi lebih mudah diakses dan dinikmati oleh berbagai kalangan, serta memastikan bahwa seni musik dapat diakses oleh siapa pun, mengingat bahwa musik merupakan bentuk seni yang paling ekspresif.

(Penampilan William bersama tim ketika bermain cello di konser amal Tchaikovsky and Rachmaninoff)
(Penampilan William bersama tim ketika bermain cello di konser amal Tchaikovsky and Rachmaninoff)

“Saya memiliki keinginan yang kuat dan harapan yang besar untuk masa depan musik di Indonesia, sebuah dunia di mana kesempatan berekspresi dan menikmati musik dapat digapai oleh semua orang. Saya ingin mengambil bagian dalam gerakan baru, yaitu sebuah upaya ‘dekolonisasi’ musik klasik dengan meruntuhkan batasan-batasan yang selama tahun-tahun ini di-impose dan membatasi ruang kreatif para artis. Maju musik tanah air!” ungkap William Wijaya.

Upaya dekolonisasi musik klasik menjadi langkah yang krusial dalam membebaskan serta mengubah naratif dan representasi musik klasik, dengan tujuan membuatnya lebih inklusif, beragam, dan mencerminkan keanekaragaman budaya di seluruh dunia. William Wijaya, seorang pemain cello muda Indonesia dan penulis keturunan Sino yang lahir pada tahun 2005, menjadi penggagas era baru dalam ‘dekolonisasi’ musik klasik di Indonesia.

William memulai perjalanan musiknya sejak berusia 11 tahun di sekolah dasar, dan kemudian bergabung dalam beberapa orkestra pada periode 2017-2019.

Dalam perjalanannya yang luar biasa, ia memilih jalur yang berbeda dengan beralih ke musik kamar dan merintis karir sebagai resitalis.

Keunikan William terletak pada gaya interpretasinya yang unik, yang menjadi ciri khasnya. Selain fokus pada musik klasik, ia juga mengeksplorasi seni lain seperti musik tradisional, puisi, seni teater, dan pertunjukan kontemporer.

(Penampilan William ketika bermain cello di konser amal Tchaikovsky and Rachmaninoff)
(Penampilan William ketika bermain cello di konser amal Tchaikovsky and Rachmaninoff)

Prestasinya mencakup penerimaan medali perunggu di Festival Musik Internasional Raffles Singapura tahun 2022, serta meraih Juara 1 dalam Kompetisi Musik Nasional Indonesia tahun 2020.

Keberhasilannya tidak hanya terbatas pada dunia musik, karena William juga terlibat secara gigih dan aktif dalam aktivisme dan kegiatan amal, khususnya melalui program The Bright Knight Foundation.

William yang diketahui juga merupakan salah satu pendiri dan Direktur Artistik Nawasena Creative, memiliki peran kunci dalam organisasi pengajaran musik yang berfokus pada anak-anak berkebutuhan khusus. 

Inspirasi utamanya berasal dari Mstislav Rostropovich dan Marina Abramovic, menunjukkan keyakinannya pada kekuatan ekspresi untuk menyuarakan hal-hal yang tak terungkapkan. William memandang seni dan aktivisme sebagai sarana untuk memperjuangkan kemanusiaan.

Dengan dedikasi yang luar biasa, William Wijaya telah menciptakan jejak berarti dalam dunia musik klasik Indonesia. Ia tidak hanya membawa nuansa baru ke dalamnya, tetapi juga menghubungkan seni dengan perjuangan kemanusiaan, menciptakan dampak positif melalui karyanya.